Kain tenun Desa Tadho, sebuah warisan budaya yang sarat makna dari Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, menyimpan kisah unik yang tak lekang oleh waktu. Selain keindahan motif dan warna yang khas, proses pembuatan kain tenun ini juga diwarnai oleh kepercayaan turun-temurun masyarakat setempat. Salah satu kepercayaan yang menarik adalah larangan memproduksi kain tenun saat musim tanam. Masyarakat percaya bahwa aktivitas menenun pada periode tersebut dapat mengganggu kesuburan tanah dan berdampak pada gagal panen. Kepercayaan ini menunjukkan betapa eratnya keterikatan masyarakat Tadho dengan alam dan pertanian sebagai sumber kehidupan utama.
Kain tenun Tadho memiliki ciri khas warna hitam emas yang elegan, serta beragam motif yang kaya akan simbolisme. Beberapa motif terkenal antara lain motif jagung, yang melambangkan kemakmuran dan kesuburan, serta motif anting Tadho yang memiliki makna spiritual. Setiap motif memiliki cerita dan makna tersendiri yang diwariskan secara turun-temurun. Proses pembuatan kain tenun Tadho melibatkan beberapa tahapan yang cukup rumit dan membutuhkan kesabaran tinggi. Tahapan-tahapan tersebut meliputi tanging (meluruskan benang), pidikh (membentangkan benang), bhaluk (membentangkan benang supaya tidak kusut), lipat tampang (memastikan kain lurus dan tidak kusut), penara (memasukkan benang di alat tenun), dan piling (membentuk motif).
Fakta Menarik tentang Tenun Tadho
Dahulu, masyarakat Desa Tadho menggunakan rumah panggung yang tingginya 1,5-2 meter dari tanah. Para penenun melakukan aktivitasnya di bawah rumah sambil mengonsumsi sirih pinang. Namun, eksistensi rumah panggung sekarang sudah langka. Akhirnya, aktivitas menenun kini dilakukan di samping rumah.
Selain itu, terdapat juga pantangan untuk menenun saat sedang dalam rangkaian prosesi Mbela Tadho. Sebab dikhawatirkan akan turun hujan apabila melakukan aktivitas tenun.
Semangat Para Mama Penenun yang Tak Lekang oleh Waktu
Di balik keindahan dan kompleksitas proses pembuatannya, kain tenun Tadho juga menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat setempat. Sejak tahun 2005, telah terbentuk Kelompok Tenun yang berdedikasi melestarikan dan mengembangkan tradisi tenun ini. Kelompok beranggotakan lima belas orang ini tidak hanya berperan dalam memproduksi kain tenun berkualitas, tetapi juga menjadi wadah bagi para pengrajin untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Melalui kelompok ini, kain tenun Tadho tidak hanya menjadi produk kerajinan tangan yang bernilai tinggi, tetapi juga menjadi simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Ngada. Keberadaan kain tenun Tadho sebagai warisan budaya yang tak ternilai harganya, menjadi tanggung jawab bersama untuk terus dilestarikan. Upaya pelestarian dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti memberikan pelatihan kepada generasi muda, mengembangkan desain motif yang inovatif, serta memperluas pemasaran produk kain tenun Tadho. Dengan demikian, kain tenun ini tidak hanya menjadi bagian dari masa lalu, tetapi juga memiliki peran penting dalam membangun masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Tadho.
Comments are closed