
Di tengah-tengah keberagaman budaya yang ada di Indonesia, setiap suku dan daerah memiliki ritual dan tradisi yang mendalam. Salah satunya adalah upacara Getas Weki dan Rosongis yang merupakan bagian penting dari proses pendewasaan diri. Tradisi ini bukan hanya sekadar prosesi fisik, tetapi juga simbol dari perjalanan spiritual dan sosial menuju kedewasaan.
Makna dan Prosesi Getas Weki
Pada dasarnya, Getas Weki adalah sebuah prosesi pendewasaan diri yang melibatkan serangkaian ritual yang tidak hanya menguji ketahanan fisik, tetapi juga mental dan spiritual. Istilah ini digunakan untuk anak laki-laki. Salah satu simbol penting dalam upacara ini adalah pemotongan babi yang dibelah kepalanya. Proses ini dilakukan di depan rumah, sebagai simbol dari pemberian penghormatan terhadap alam dan leluhur.
Setelah babi dibelah, anak laki-laki yang menjalani upacara ini harus melakukan perjalanan simbolis dengan cara melanggar (melewatinya) lalu berjalan menuju laut. Prosesi pergi ke laut ini dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terbit dengan membawa arak dan rokok yang nantinya akan diberikan kepada para orang tua kampung di pantai.
Setelah ritual fisik, anak laki-laki akan melanjutkan prosesi Rosongis, yang berhubungan dengan penyelesaian tahap pendewasaan melalui proses sunat. Dalam tradisi ini, anak laki-laki harus tidur dengan meletakkan pisau di atas giginya dan batu asa (sipi) di bawahnya. Setelah selesai, prosesi ini dianggap sebagai akhir dari tahap sunatan, yang diikuti dengan ritual mandi bersama orang tua sebagai tanda pembersihan spiritual.
Pada malam hari, prosesi dilanjutkan dengan begadang hingga pagi hari. Semua orang yang terlibat dalam upacara ini berkumpul dalam rumah, memperlihatkan kekompakan dan rasa kebersamaan. Di depan rumah, babi besar yang telah dibelah menjadi simbol dari berkah dan keberhasilan ritual tersebut.
Rosongis: Proses Spiritual dalam Pendewasaan untuk Anak Perempuan
Berbeda dengan anak laki-laki yang diwajibkan untuk ke laut dalam getas weki, anak perempuan melalui prosesi rosongis memiliki pengalaman yang sedikit berbeda. Mereka tidak dbawa untuk mandi di laut. Sebaliknya, anak perempuan justru diharuskan menetap di rumah tetangga. Dalam tradisi ini, anak perempuan harus tidur dengan meletakkan pisau di atas giginya dan batu asa (sipi) di bawahnya. Pada malam hari, prosesi dilanjutkan dengan begadang hingga pagi hari. Semua orang yang terlibat dalam upacara ini berkumpul dalam rumah, memperlihatkan kekompakan dan rasa kebersamaan. Di depan rumah, babi besar yang telah dibelah menjadi simbol dari berkah dan keberhasilan ritual tersebut.
Simbolisme dalam Pakaian dan Perlengkapan Upacara
Pakaian yang dikenakan selama upacara Getas Weki dan Rosongis juga penuh makna. Semua peserta, baik laki-laki maupun perempuan, mengenakan pakaian adat yang mencerminkan status dan kedudukan mereka dalam masyarakat.
- Laki-laki: Memakai pesapu (penutup kepala), baju putih lengan panjang, selempang, dan kain tenun bunga (liphadhowik). Mereka juga mengenakan sape (tas anyaman), serta persele (keris) yang diwariskan turun-temurun. Yang menarik, dalam tradisi ini, laki-laki tidak diperbolehkan mengenakan sandal, sebagai tanda kesederhanaan dan penghormatan terhadap leluhur.
- Perempuan: Memakai kebaya, liphadhowik yang serasi, dan mbol (tempat untuk sirih pinang). Mereka juga memakai anting (mera) atau kalung emas murni yang biasanya diturunkan atau dipinjamkan oleh kerabat. Sama seperti laki-laki, perempuan juga tidak diperbolehkan memakai alas kaki.
Ritual menuju Laut dan Kehidupan Sosial
Ritual di pantai melibatkan orang tua kandung dan kerabat laki-laki. Semua orang yang terlibat dalam prosesi ini harus menjaga tata krama dan sopan santun, dengan pantangan tertentu yang harus dipatuhi, seperti tidak boleh buang angin atau bersin selama prosesi berlangsung. Jika ada yang melanggar, masyarakat adat akan mencari tahu penyebabnya dengan cara menyelidiki apakah ada leluhur yang tidak menyukai hal tersebut.
Bagi perempuan yang masih gadis, ada bagian prosesi yang menyangkut minat dari laki-laki yang berkenalan. Dalam hal ini, kalung dan anting menjadi simbol dari tanda ketertarikan dan perhatian dari pihak laki-laki.
Tanggung Jawab dalam Upacara dan Peran Keluarga
Upacara ini juga melibatkan seluruh keluarga. Khusus untuk perempuan yang baru melakuka rosongis setelah menikah, ia harus melaksanakan tradisi rosongis di rumah suaminya. Biaya prosesi yang biasanya ditanggung oleh orang tua menjadi tanggung jawab saudara dan keluarga besar perempuan . Makanan dan perlengkapan yang dibawa dalam upacara meliputi moke (minuman tradisional), sirih pinang, gula, babi, beras, tikar bantal, rokok, dan kue-kue sebagai bagian dari persembahan.
Pantangan dan Penyelesaian Sial (Selasambeng)
Dalam setiap upacara adat, selalu ada pantangan yang harus dipatuhi. Salah satunya adalah tidak boleh buang air atau bersin karena dianggap sebagai pertanda tidak direstuinya kegiatan oleh leluhur. Jika terjadi pelanggaran terhadap pantangan ini, maka akan dilakukan upacara pembersihan atau selasambeng, untuk membuang segala bentuk sial dan mengembalikan keharmonisan.
Penutup
Upacara Getas Weki dan Rosongis bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga merupakan simbol dari perjalanan panjang menuju kedewasaan. Prosesi ini mengajarkan pentingnya menghormati leluhur, menjaga adat istiadat, dan melibatkan seluruh keluarga dalam menjaga keharmonisan dan keseimbangan hidup. Melalui upacara ini, anak laki-laki diharapkan dapat tumbuh menjadi individu yang matang, bijaksana, dan siap untuk memikul tanggung jawab dalam masyarakat.
Comments are closed