Ritual Pharo Elang di Desa Tadho: Tradisi Memberi Makan Leluhur untuk Mendapatkan Berkah

  • Home
  • Uncategorized
  • Ritual Pharo Elang di Desa Tadho: Tradisi Memberi Makan Leluhur untuk Mendapatkan Berkah

Ritual Pharo Elang di Desa Tadho: Tradisi Memberi Makan Leluhur untuk Mendapatkan Berkah

Desa Tadho memiliki kekayaan budaya dan tradisi adat yang masih hidup hingga hari ini. Salah satu ritual sakral yang masih dipraktikkan hingga kini adalah Pharo Elang, sebuah upacara untuk memberi makan leluhur yang diyakini turun ke bumi untuk memberikan berkat dan perlindungan.

Prosesi Awal Ritual Pharo Elang

Sejarah dan Makna Ritual Pharo Elang

Ritual Pharo Elang di Desa Tadho merupakan simbol penghormatan kepada leluhur. Dalam keyakinan masyarakat Tadho, leluhur yang telah meninggal masih memiliki ikatan dengan para keturunannya dan terus menjaga kesejahteraan mereka dari dunia roh. Melalui ritual ini, masyarakat berharap leluhur akan memberkati segala aktivitas yang mereka lakukan, terutama yang berkaitan dengan pembangunan sebuah tempat yang akan digunakan sebagai tempat tinggal atau tempat berkumpul.

Pharo Elang bukan sekadar ritual, melainkan sarana komunikasi antara dunia nyata dan alam roh. Dengan melaksanakan ritual ini, masyarakat Tadho memperkuat rasa syukur dan ikatan batin dengan para leluhur, sekaligus menegaskan nilai-nilai tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Salah satu ritual Pharo Elang di Desa Tadho yang terdokumentasi adalah pada saat peletakan batu pertama sanggar seni di samping kantor desa. Dimulai dengan berkumpulnya seluruh partisipan di kantor desa pada pagi hari, cuaca cerah dan langit biru menjadi pertanda baik, seolah mengiringi niat baik mereka dalam ritual ini. Kepala desa, Bapak Saparudin, dan kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Bapak Kristo Juku, bersama beberapa warga dan perangkat desa, turut berpartisipasi dalam ritual ini.

Bapak Kristo Juku menjadi pemimpin dalam ritual kali ini. Beliau memulai ritual dengan mengunyah sirih, kapur, dan pinang, yang dipercayai sebagai medium untuk memanggil leluhur agar hadir dan menerima penghormatan. Terkadang, tembakau juga ditambahkan ke dalam campuran tersebut karena diyakini ada leluhur yang gemar merokok.

Persiapan Bahan dan Alat untuk Ritual

Sirih, Kapur, Pinang, dan Tembakau yang Digunakan dalam Prosesi Pharo Elang

Sebelum ritual dimulai, ada berbagai bahan dan alat yang dipersiapkan, yang memiliki makna mendalam dalam budaya masyarakat Tadho. Berikut adalah rincian bahan-bahan dan alat yang digunakan:

  1. Sirih, Kapur, dan Pinang: Kombinasi ini adalah simbol penerimaan, penghormatan, dan penyambutan tamu dalam budaya Tadho. Dalam ritual ini, sirih, kapur, dan pinang juga disajikan kepada leluhur sebagai bentuk penerimaan dan penghormatan.
  2. Tembakau: Bahan ini ditambahkan dengan keyakinan bahwa beberapa leluhur mungkin menikmati tembakau saat mereka masih hidup.
  3. Ayam Kampung Hidup: Ayam yang dipilih harus sehat dan kaki ayam tersebut diikat agar memudahkan proses penyembelihan.
  4. Batu Datar: Batu ini digunakan sebagai altar kecil di mana sesajian untuk leluhur diletakkan.
  5. Tempurung Kelapa: Digunakan untuk menampung darah ayam yang akan dioleskan pada fondasi bangunan sebagai simbol pemberkatan.

Tahapan Prosesi Ritual Pharo Elang

Ritual ini dilakukan dengan tata cara yang teratur dan sakral. Berikut adalah urutan tahapan prosesi dalam Ritual Pharo Elang:

  1. Persiapan Tempat: Setelah tiba di kantor desa, seluruh peserta ritual berjalan menuju fondasi bangunan sanggar seni. Di tempat tersebut, batu datar diletakkan sebagai tempat sesajian.
  2. Posisi Pemimpin Ritual: Bapak Kristo Juku mengambil posisi duduk di tengah fondasi, disertai dua pendamping. Mereka memulai ritual dengan memakan sirih, kapur, pinang, dan tembakau.
  3. Pembacaan Syair: Dalam bahasa Tadho, pemimpin ritual membacakan syair-syair yang memanggil leluhur untuk hadir dalam ritual. Syair ini dianggap sebagai doa dan panggilan bagi leluhur agar datang memberkati.
  4. Penyembelihan Ayam: Ayam disembelih di bagian leher dan darahnya ditampung dalam tempurung kelapa tanpa ada yang tumpah. Ini adalah bagian penting karena darah tersebut dianggap sebagai medium untuk menghubungkan dunia nyata dengan dunia leluhur.
  5. Pengolesan Darah: Darah ayam dioleskan pada empat penjuru batu fondasi sebagai tanda pemberkatan dari leluhur di seluruh penjuru bangunan. Selain di fondasi, darah juga dioleskan di beberapa titik penting lainnya yang juga sedang dalam tahap pembangunan, termasuk bagian yang menghadap pantai dan gerbang masuk kantor desa.
  6. Penyerahan Sesajian Utama: Setelah pengolesan darah, ritual diakhiri dengan penyerahan bagian terbaik dari ayam, seperti hati dan organ dalamnya, yang sudah dibakar, serta nasi kepada leluhur. Sesajian ini ditempatkan di atas batu, melambangkan pemberian persembahan terbaik bagi leluhur.

Makna Filosofis Ritual Pharo Elang bagi Masyarakat Tadho

Pharo Elang bukan hanya sekadar ritual; ia mengandung makna filosofis yang mendalam tentang bagaimana masyarakat Tadho memandang leluhur sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Persembahan makanan dan darah dalam ritual ini merupakan simbol dari rasa hormat, kerendahan hati, dan keyakinan bahwa leluhur terus mempengaruhi kesejahteraan komunitas. Bagi masyarakat Tadho, ritual ini adalah bentuk rasa syukur kepada leluhur atas berkat dan perlindungan yang diberikan kepada desa.

Selain itu, ritual ini juga menjadi pengingat bagi generasi muda akan pentingnya mempertahankan nilai-nilai dan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Dengan melibatkan tokoh adat seperti Bapak Kristo Juku, ritual ini tidak hanya memiliki makna spiritual, tetapi juga berfungsi sebagai sarana pendidikan budaya untuk generasi selanjutnya.

Ritual Pharo Elang sebagai Warisan Budaya Tak Ternilai

Ritual Pharo Elang adalah bagian integral dari kehidupan masyarakat Tadho yang tidak hanya mempertahankan hubungan dengan leluhur tetapi juga memperkuat identitas budaya. Dalam era modern ini, ritual semacam Pharo Elang adalah pengingat pentingnya menjaga akar tradisi di tengah kemajuan zaman. Dengan mengedepankan nilai-nilai luhur dan keterikatan dengan leluhur, masyarakat Tadho mampu merawat harmoni antara dunia fisik dan spiritual.

Ritual ini adalah contoh nyata dari kearifan lokal yang perlu dilestarikan dan diperkenalkan kepada dunia. Dengan mempublikasikan artikel ini, kita berharap masyarakat luas bisa memahami dan menghargai kekayaan budaya Desa Tadho serta pentingnya mempertahankan tradisi seperti Pharo Elang sebagai bagian dari warisan budaya bangsa yang tak ternilai. 

img

Whether you work from home or commute to a nearby office, the energy-efficient features of your home contribute to a productive and eco-conscious workday. Smart home systems allow you to monitor and control energy usage, ensuring that your environmental impact remains m

Comments are closed